MAKALAH
BERANI
HIDUP JUJUR
Di Susun Oleh :
KELOMPOK
-
IING SISMI
-
MILLA MUSTIKA
-
VEMI
-
JERI
-
EWIT
-
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMAN 7 BENGKULU SELATAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Makalah
Berani Hidup Jujur”.
Dalam
Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini,
khususnya kepada semua pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah
ini.
Seginim.
Juli 2019
Penulis
DAFTAR
ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Membuka Relung Hati
B. Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah
C. Pentingnya Memiliki Sifat Jujur
BAB
III PENUTUP
A.
Simpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Jujur adalah
sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia.
Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas kebongan,
khianat serta perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur, baik di sisi
Allah maupun di sisi manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun berat dan
susah. Ungkapan tentang “orang jujur akan hancur” merupakan keliru. Allah SWT
menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini merupakan bukti kesktian jujur.
Keujuran dapat
membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur, tidak akan ada
ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang terungkapnya sesuatu
yang tidak dikatakan.
Akan tetapi,
saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih kurang seperti
perilaku mencontek yang seolah lazim bagi anak-anak dibangku sekolah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Seberapa penting dan utamanya
berperilaku jujur ?
2.
Ada berapa macam bentuk kejujuran ?
3.
Apakah akibat dari perilaku berbohong ?
4.
Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?
C.
Tujuan
1.
Menambah wawasan baru mengenai
pentingnya sikap kejujuran dalam berprilaku.
2.
Menguatkan sifat kejujuran dengan
didukung dengan ayat Al-Quran dan Hadits.
3.
Melaksanakan tugas makalah Pendidikan
Agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Membuka Relung Hati
Dalam bahasa
Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar, dapat
dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan
kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur
juga disebut dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur adalah
mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah menyatakan
sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Adapula yang berpendapat
bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Dengan
demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada.
Jadi kalau suatu berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka
dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak maka dikatakan dusta. Sifat jujur
merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda kesempurnaan bagi si pemilik
sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang tinggi di dunia dan
akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat orang-orang
yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Syari’at Islam mengajarkan kepada
umatnya untuk berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir
kejujuran tersebut akan merugikan diri sendiri. Allah SWT telah berfirman dalam
Surat An-Nisaa Ayat 135 yang berbunyi:
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
كُونُواْ قَوَّٰمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ
أَوِ ٱلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرٗا فَٱللَّهُ
أَوۡلَىٰ بِهِمَاۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْۚ وَإِن تَلۡوُۥٓاْ
أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ١٣٥
Artinya : “
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.” ( Q.S. An- Nisaa’ : 135 ),.
Allah selalu
memerintahkan kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan maupun ucapan,
sebagaimana firman-Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ ١١٩ ,
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar” ( Q.S. At-Taubah : 119 )
Kejujuran itu
ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang melakukan suatu
perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika berani
mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi korupsi,
bukan malah hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan korupsi.
Kejujuran
merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta merupakan sifat
orang yang munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :
Artinya : “Dari
Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda orang munafik itu ada
3, yaitu : Apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila
dipercaya khianat.” (HR. Bukhari Muslim)
Allah Swt.
Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang mampu
menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).
قَالَ ٱللَّهُ هَٰذَا يَوۡمُ يَنفَعُ
ٱلصَّٰدِقِينَ صِدۡقُهُمۡۚ لَهُمۡ جَنَّٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ
فِيهَآ أَبَدٗاۖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ
١١٩
Artinya : “Allah berfirman:
"Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar
kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan
yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )
B.
Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah
Pengertian
Syaja’ah (Keberanian). Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani
antonimnya adalah al-jubn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu
mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko
dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan
sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
Syaja’ah dalam
kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang
dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima
musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut
sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah
semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental
seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya. Sumber
keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :
1.
Rasa takut kepada Allah Swt.
2.
Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3.
Tidak ragu-ragu, berani dengan
pertimbangan yang matang.
4.
Tidak menomori satukan kekuatan materi
5.
Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah
Swt.
Jadi berani
adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam.
Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya
itulah pemberani (al-syuja’). Al-syaja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf
(tidak takut sama sekali)” Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami
bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya.
Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan
tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat. Syaja’ah dapat dibagi
menjadi dua macam:
1.
Syaja’ah harbiyyah, yaitu keberanian
yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu
perang.
2.
Syaja’ah nafsiyyah, yaitu keberanian
menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran.
Munculnya sikap syaja’ah tidak
terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
1.
Berani membenarkan yang benar dan berani
mengingatkan yang salah.
2.
Berani membela hak milik, jiwa dan raga,
dalam kebenaran.
3.
Berani membela kesucian agama dan
kehormatan bangsa.
Dari dua macam
syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam
beberapa bentuk, yakni:
1.
Memiliki daya tahan yang besar untuk
menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena
ia berada di jalan Allah Swt.
2.
Berterus terang dalam kebenaran dan
berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
3.
Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan
baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur
strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk
keberanian yang bertanggung jawab.
4.
Berani mengakui kesalahan salah satu
orang yang memiliki sifat pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan
mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang yang
memiliki sifat syajā’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia
mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.
5.
Bersikap obyektif terhadap diri sendiri.
Ada orang yang cenderung bersikap “over confidence” terhadap dirinya,
menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta
kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya
yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apaapa dan tidak memiliki
kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak
obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya
yang memiliki sisi baik dan buruk.
6.
Menahan nafsu di saat marah, seseorang
dikatakan berani bila ia tetap mampu bermujahadah li an-nafs, melawan nafsu dan
amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannya
padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya. Hikmah
Syaja’ah.
Dalam ajaran
agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim,
sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan
bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara. Syaja’ah (perwira) akan
menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa,
memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila
seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan
kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur,
meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin
kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa,
kecil hati dan sebagainya.
C.
Pentingnya Memiliki Sifat Jujur
Berperilaku
jujur sehari - hari penting, karena jujur adalah sifat ahlakul karimah, yaitu
sifat terpuji. Jika jujur sudah menjadi kebiasaan sehari-hari kita, maka semua
pekerjaan akan terasa lebih tenang, semua masalah akan mudah terselesaikan.
Perilaku jujur bisa mendatangkan ketenangan dalam hati karena tidak ada beban
masalah. Jika kita suka berperilaku tidak jujur maka hidup kita akan senantiasa
resah dan gelisah.
Membisakan
berperilaku jujur harus dari kecil agar tidak susah melakukannya. Cara
membiasakan berperilaku jujur sejak kacil misalnya diajarkan untuk tidak
mengambil barang orang lain tanpa seijin pemiliknya, mengembalikan kembalian
yang terlalu banyak, mengatakan apapun sesuai dengan kenyataan, dan lain-lain.
Kita harus
menanamkan kesadaran untuk selalu berperilaku jujur dan menyadari apa akibat
dari kebohongan. Jika kita sudah bisa membiasakan berperilaku jujur maka kita
mudah mendapat teman, mudah mendapat pekerjaan, mudah mendapat kesuksesan, dipercaya
oleh orang lain, dan lain - lain.
Kita harus
menyadari akibat dari kebohongan, sehingga kita bisa menjauhi sifat buruk
tersebut. Contoh akibat dari kebohongan adalah hilangnnya kepercayaan orang
lain terhadap kita, susah mendapatkan teman bahkan tidak memiliki teman, susah
mendapat pekerjaan karena tidak dipercaya.
Macam
macam jujur itu yaitu:
1.
Jujur dalam niat dan kehendak. Ini
kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal tercampuri dengan kepentingan
dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya bisa dikatakan
sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada Allah,
yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai
ketiganya telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan
maksud mereka.
2.
Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang
hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali dengan benar dan jujur.
Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling tampak dan
terang di antara macam-macam kejujuran.
3.
Jujur dalam tekad dan memenuhi janji.
Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau Allah memberikan kepadaku harta,
aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.” Maka yang seperti ini adalah
tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau dusta. Hal ini
sebagaimana firman Allah: “Di antara orang-orang mukmin itu ada
orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di
antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang
menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS.
al-Ahzab: 23). Dalam ayat yang lain, Allah berfirman, “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah,
‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah
kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka,
setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir
dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu
membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)
4.
Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang
antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda antara amal lahir dengan
amal batin,
5.
Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah
kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana jujur dalam rasa takut dan
pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini mempunyai
landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya. Kalau
seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini
adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad
dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.”
(QS. al-Hujurat: 15)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kejujuran
merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada dasarnya kemauan pada
diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa kepercayaan diri yang
kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative. Jika menerapkan sikap
jujur, secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana
kemampuan kita? Itu pernyataan yang akan timbul dan terjawab sendiri dengan
hasil yang di peroleh.
B.
Saran
Kita sebagai seorang
muslim harus
bisa berperilaku jujur dalam melakukan
pekerjaan dan aktifitas sehari-hari karena keutamaan berpelrilaku jujur akan
berperasaan enak
dan hati tenang, jujurmendapatkan keberkahan dalam usahanya dan dengan jujur kita akan dipercayai orang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment