NILAI-NILAI
PANCASILA DALAM
KERANGKA
PRAKTIK PENYELENGGARAAN NEGARA
Nama
Kelompok 1:
1.
Winda nabela
2.
Annisa Wulanddari
3.
Delvi putriana
4.
Anggun sameisen utami
5.
Marwin
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA
DAN OLAHRAGA
SMAN 7 BENGKULU SELATAN
2019
KATA
PENGANTAR
Puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuni yang
diberikan-Nya kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
serta tepat pada waktunya.
Kami
sebagai kelompok 1 juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini, terutama kepada teman-teman
kelompok, guru mata pelajaran PKn serta kedua orang tua kami yang telah ikut
ambil bagiannya masing-masing demi terselesaikannya makalah ini.
Makalah
ini berjudul “Nilai-nilai pancasila dalam kerangka praktik penyelenggaraan
negara” memuat tentang analisis Pancasila dalam praktek penyelenggaraan
Pemerintah NKRI dan bagaimana sistem pembagian kekuasaan Negara Republik
Indonesia.
Harapan
kami mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat serta menjadi tambahan
referensi bagi kita semua yang membaca, serta agar kita dapat lebih mengenal
lebih luas lagi tentang Pancasila.
Kami juga
menyadari bahwa makalah ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca serta guru mata pelajaran PKn
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata kami
mengucapkan selamat membaca.
Darat
sawah 24,juli 2019
Kelompok
1
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan dan Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Nilai-Nilai Pancasila Dalam Praktek Penyelenggaraan Negara
2.1.1. Nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan
2.1.2. Nilai Falsafah
Hidup
2.1.3. Nilai Ideologi
2.1.4. Nilai Jiwa
2.1.5. Nilai Pandangan
Hidup
2.2. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia
2.2.1. Konsep
Pembagian Kekuasaan di Indonesia
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara
hukum yang memiliki landasan dalam penyelenggaraan negara. Landasan sebagai
dasar negara dan sumber-sumber nilai dalam segala kehidupan berbangsa dan
bernegara. Indonesia mengenal Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari
segala sumber hukum yang memiliki kedudukan tertinggi. Pancasila merupakan
dasar dari norma-norma yang tidak boleh dilanggar. Pancasila yang begitu agung
tidak boleh dikesampingkan dalam segala perjalanan penyelenggaraan negara.
Namun pada kenyataannya, Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi negara dan
merupakan kesepakatan politik parafounding father mulai banyak yang
mengabaikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam perjalanan
panjang kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila sering mengalami
berbagai deviasi dalamaktualisasi nilai-nilainya. Deviasi pengamalan Pancasila
tersebut bisa berupa penambahan,pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang
seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi upaya
pelurusan kembali. Seperti beberapa penyimpangan yang terjadi pada
penyelenggaran pemerintah yang terjadi pada perumusan Undang-Undang yang dilakukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penyimpangan tersebut berupa penyelewengan isi
Undang-Undang yang dirasa tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila. Pancasila
yang mempunyai nilai-nilai agung dirasa tidak sejalan dengan beberapa
Undang-Undang yang dirumuskan. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman dan
penerapan kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara, terutama
oleh penyelenggara negara. Peraturan yang dibuat olah para penyelenggara negara
diharapkan dapat kembali sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga Dasar
Negara tetap menjadi landasan hukum yang praktis dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Demikian
Pula dalam pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis
besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah
bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar
oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat
dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan
sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk
menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran
pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga
kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi
di Eropa Barat dan amerika Serikat. Ajaran Trias Politica diluar negeri pada
hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga
cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran
ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk
menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias Politika
dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis de
Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung maksud
bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara yang
menurut ajaran tersebut adalah :
a. Badan legislatif,
yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang.
b. Badan
eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan
judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang,
memeriksa dan megadilinya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis
Pancasila dalam praktek penyelenggaraan Pemerintah NKRI?
2. Bagaimana system
pembagian kekuasaan Negara republic Indonesia?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan adalah untuk
mempelajari dan memahami nilai-nilai Pancasila. Tujuan yang selanjutnya adalah
menerapkan nilai-nilai Pancasila tersebut ke dalam penyelenggaraan negara,
terutama dalam proses pembuatan Undang-Undang serta pembagian kekuasaan Negara
republic Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Nilai-Nilai
Pancasila Dalam Praktek Penyelenggaraan Negara
Pancasila tidak akan bisa
membumi jika hanya dijadikan mitos tanpa model praktis dalam memecahkan masalah
hidup masyarakat. Oleh karena itu, Pancasila perlu di kembangkan sebagai
metodologi hidup atau ideologi praktis. Pada saat ini tidak ada lembaga yang
menangani aplikasi Pancasila. Bahkan dalam pendidikan, Pancasila bukan menjadi
pelajaran wajib. Apabila Pancasila tidak lagi menjadi perhatian pemerintah
maupun masyarakat maka berarti telah sengaja meminggirkan Pancasila sebagai
ideologi Negara
2.1.1. Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, Keadilan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia
merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga
memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif
antarumat beragama.
Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya. Nilai persatuan indonesia mengandung makna
usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus
mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa
indonesia.
Nilai kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna
suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Nilai Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan,
yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah
atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena
sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat
bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai
instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi
sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat
dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara
Indonesia.
2.1.2.Nilai Falsafah Hidup
Pancasila sebagai falsafah
hidup Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang bersamaan dengan tumbuh dan
berkembangnya Bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila
bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat
usaha bangsa dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang
menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa
Indonesia.
2.1.3.Nilai Ideologi
Ideologi negara dalam arti
cita-cita negara memiliki ciri-ciri sebagai diantaranta mempunyai derajat yang
tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan. Mewujudkan satu asas
kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup yang harus di pelihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada generasi penerus bangsa, di
perjuangkan dan dipertahankan.
Pancasila memenuhi syarat sebagai
ideologi terbuka. Hal ini dibuktikan dari adanya sifat-sifat yang melekat pada
Pancasila maupun kekuatan yang terkandung di dalamnya, yaitu pemenuhan
persyaratan kualitas tiga dimensi, yaitu dimensi realita, dimensi idealisme,
dan dimensi fleksibilitas.
Dimensi realita, yaitu bahwa
nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara nyata hidup
di dalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat dan atau
bangsanya menjadi volkgeits/jiwa bangsa). Dimensi idealisme, yaitu
bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme yang memberi
harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui pengalaman dalam praktik
kehidupan bersama sehari-hari. Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan,
yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang
pengembangan pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa
menghilangkan atau mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai
dasarnya.
2.1.4.Nilai Jiwa
Menurut Dewan Perancang Nasional,
yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri
khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa
lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari
garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan
perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa
Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang
masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai
peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda
dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang.
Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota
kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya
bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia
secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain.
Apabila memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak
dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa .
Demikianlah, maka Pancasila
yang gali dari bumi Indonsia sendiri salah satunya yaitu
merupakan Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila
memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan
dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa
Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila
secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh
bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
2.1.5.Nilai Pandangan Hidup
Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan
sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk
mencapai yang di cita citakan. Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan
sarana ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia dan memberi petunjuk dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam
masyarakat yang beraneka ragam sifatnya. Manfaat Pancasila
sebagai pendangan hidup diantaranya :
a. Kekokohan dan tujuan, setiap bangsa
yang ingin berdiri kokoh danmengetahui jelas kearah mana tujuan yang ingin
dicapai memerlukan pandangan hidup.
b. Pemecahan masalah, dengan pandangan
hidup suatu bangsa akan memandang persoalan yang dihadapi dan menentukan cara
bagaimana memecahkan persoalan.
c. Pembangunan diri, dengan
pandangan hidup suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaiman
memecahkan masalah politik, ekonomi, social dan budaya dalam gerak masyarakat
yang makin maju dan akan membangun dirinya.
Pancasila
sebagai isi pandangan hidup :
a. Konsep
dasar, dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar ialah pikiran –
pikiran yang di dalamnya terkandung gagasan mengenai wujud kehidupan yang
dianggap baik yang dicita citakan suatu bangsa
b. Pikiran
dan gagasan, dalam pandangan hidup terkandung pula pikiran yang terdalam dan
gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik
c. Kristalisasi
dan nilai, pandangan hidup adalah kristalisasi nilai yang dimiliki bangsa itu
sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya
2.2. Sistem
Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia
Kekuasaan merupakan kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang
diperintahkannya. Apakah Negara mempunyai kekuasaan? negara memiliki banyak
kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan Negara untuk mengatur seluruh
rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Apa saja
kekuasaan negara itu? Kekuasaan negara banyak macamnya. Menurut John Locke
sebagaimana dikutip oleh Astim Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara
Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273), kekuasaan negara
dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Kekuasaan
legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang
b. Kekuasaan eksekutif,
yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang,termasuk kekuasaan untuk
mengadili setiap pelanggaran terhadap undangundang
c. Kekuasaan
federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
2.2.1. Konsep
Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Dalam sebuah praktik
ketatanegaraan sering terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja,
sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut
atau otoriter. Untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pemisahan atau
pembagian kekuasaan, sehingga terjadi control dan keseimbangan diantara lembaga
pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif, eksekutif maupun
yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja. Apa sebenarnya konsep pemisahan
dan pembagian kekuasaan itu? Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam
bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Tata Negara(1983:140)
menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of
powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan
dua istilah yang memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya. Pemisahan
kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian,
baik mengenai organnya maupun fungsinya. Setiap lembaga menjalankan fungsinya
masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan adalah
Amerika Serikat.Mekanisme pembagian kekuasaan negara dibagi dalam beberapa
bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini
membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada
koordinasi atau kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali digunakan oleh
banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.
Bagaimana konsep pembagian
kekuasaan yang dianut Indonesia? Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia
diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
1. Pembagian kekuasaan
secara horizontal
Pembagian kekuasaan secara
horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu
(legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan
pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan
pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembaga-lembaga negara
yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami
pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara
yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan
yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu:
a. Kekuasaan
konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1)UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat
berwenang mengubah dan menetapkanUndang-Undang Dasar.
b. Kekuasaan
eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan
penyelenggaraan pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
c. Kekuasaan
legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
d. Kekuasaan
yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini
dipegang oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Kekuasaanhakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilanumum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
e. Kekuasaan
eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwauntuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan satuBadan Pemeriksa Keuangan yang bebas
dan mandiri.
f. Kekuasaan
moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara
kestabilan nilai rupiah. Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku
bank sentral di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara memiliki
suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,kewenangan, tanggung jawab, dan
indepedensinya diatur dalam undang undang. Penanaman Kesadaran Berkonstitusi. Pada
hakikatnya pemegang kekuasaan Negara di Indonesia adalah rakyat Indonesia
sendiri. Hanya karena kita menganut sistem perwakilan, kekuasaan yang dimiliki
oleh rakyat didelegasikan kepada pemerintah.
Sebagai rakyat Indonesia, kita
harus mendukung setiap program dari pemerintah. Wujud dukungan itu antara lain:
1. Berpartisipasi
dalam setiap proses pengambilan kebijakan dengan cara menyampaikan aspirasi
kita kepada pemerintah.
2. Mengkritisi
dan mengawasi setiap kebijakan pemerintah
3. Melaksanakan
kewajiban sebagai rakyat Indonesia, seperti kewajiban membayar pajak, kewajiban
mendahulukan kepentingan Negara dibandingkan kepentingan pribadi/ kelompok.
Pembagian
kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung
antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah
(Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah
provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi. Sedangkan pada tingkat
kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah
Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD
kabupaten/kota.
2. Pembagian kekuasaan
secara vertikal
Pembagian kekuasaan secara
vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian
kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan
ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia
berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan
provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung
pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan
pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota
terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat
dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara vertikal
muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan
wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan
kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan di
daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam
Pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakanPemerintah
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan latar
belakang, rumusan masalah dan tujuan dan pembahasan, maka makalah ini memiliki
beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai nilai
dapat berupa Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam
semesta. Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran
sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas
dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya. Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu
dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Nilai kerakyaran berupa musyawarah mufakat melalui
lembaga-lembaga perwakilan. Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Pancasila
bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat
usaha bangsa dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang
menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa
Indonesia.
2. Penerapan pembagian
kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan
secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.
3.2. Saran
1. Penyelenggaraan negera seharusnya ada
evaluasi secara khusus dan bertahap dan adaya pentanggungjawaban secara moriil
kepada masyarakat mengenai tugas yang di emban.
2. Adanya penerapan Nilai-nilai Pancasila
sebagai issue yang selalu di angkat oleh penyelenggara negara
dan di sosialisasikan kepada masyarakat.
3. Sebaiknya segala macam tindakan
penyelengga negara dapat melihat secara visual kondisi masyarakat dan
menetapkan hukum yang sesuai aktualisasi nilai Pancasila untuk kesejahteraan
masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.slideshare.net/ainiaikudou/makalah-penerapan-nilainilai-pancasila-dalam-penyelenggaraan-negara. Online pada 28 September 2017
http://birumuda01.blogspot.co.id/2015/04/sistem-pembagian-kekuasaan-negara.html Online
pada 28 September 2017
Koento Wibisono. 1988. Pancasila
Ideologi Terbuka. Magelang: Panitia Temu Karya Dosen-Dosen PTN Se-Jawa Tengah
dan Kopertis Wil.VI.
Abdulkadir Besar. 1994. Pancasila dan Alam
Pikiran Integralistik (Kedudukan danPeranannya
dalam Era Globalisasi).
Yogyakarta: Panitia Seminar “GlobalisasiKebudayaan dan Ketahanan Ideologi”
16-17 November 1994 di UGM.
\
No comments:
Post a Comment