MAKALAH
TENTANG
PERNIKAHAN
DINI
Di Susun Oleh :
KELOMPOK
1.MIKE
ERLENSI
2.MIRANDA
CANTIKA PUTRI
3.RAHMA
YUNITA
4.LIO
ADILAH H.G
5.YHUDA
MARTONO .B
DINAS PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
SMAN 7
BENGKULU SELATAN
2019
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
1.4 Rumusan
masalah
BAB II : PEMBAHASAN
A. Arti Pernikahan Dini
B. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini
C. Dampak pernikahan dini (perkawinan di bawah umur)
BAB
III : PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulisdapat
menyelesaikan makalah secara tepat waktu.
Berikut ini penulis
mempersembahkan sebuah makalah yang menurut kita dapat memberikan manfaat yang
besar bagi kita semua untuk mempelajari makalah ini.
Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon pemakluman bila isi
makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang kami buat kurangtepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan
makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi
makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.
Seginim, Agustus 2019
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Isu pernikahan
dini saat ini marak dibicarakan.Hal ini dipicu oleh pernikahan Pujiono Cahyo
Widianto, seorang hartawan sekaligus pengasuh pesantren dengan Lutviana
Ulfah.Pernikahan antara pria
berusia 43 tahun dengan gadis belia berusia 12 tahun ini mengundang reaksi
keras dari Komnas Perlindungan Anak.Bahkan dari para pengamat berlomba
memberikan opini yang bernada menyudutkan.Umumnya komentar yang terlontar
memandang hal tersebut bernilai negatif.
Di sisi lain,
Syeh Puji, begitu ia akrab disapa berdalih untuk mengader calon penerus
perusahaannya. Dia memilih gadis yang masih belia karena dianggap masih murni
dan belum terkontaminasi arus modernitas.Lagi pula dalam pandangan Syeh Puji,
menikahi gadis belia bukan termasuk larangan agama.
Sebenarnya kalau
kita mau menelisik lebih jauh, fenomena pernikahan dini bukanlah hal yang baru
di Indonesia, khususnya daerah Jawa.Penulis sangat yakin bahwa mbah buyut kita
dulu banyak yang menikahi gadis di bawah umur. Bahkan jaman dulu pernikahan di
usia ”matang” akan menimbulkan preseden buruk di mata masyarakat. Perempuan
yang tidak segera menikah justru akan mendapat tanggapan miring atau lazim
disebut perawan kaseb. Namun seiring perkembangan zaman, image masyarakat
justru sebaliknya. Arus globalisasi yang melaju dengan kencang mengubah cara
pandang masyarakat. Perempuan yang menikah di usia belia dianggap sebagai hal
yang tabu. Bahkan lebih jauh lagi, hal itu dianggap menghancurkan masa depan
wanita, memberangus kreativitasnya serta mencegah wanita untuk mendapatkan pengetahuan
dan wawasan yang lebih luas.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah yang
dimaksud dengan pernikahan dini?
2. Faktor apa yang
menyebabkan pernikahan dini?
3. Dampak apa
sajakah dari pernikahan dini itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Arti Pernikahan Dini
Istilah
pernikahan dini adalah kontemporer.Dini dikaitkan dengan waktu, yakni di awal
waktu tertentu.
Pernikahan dini
disini adalah ‘pernikahan dini’ sebagai sebuah pernikahan yang dilakukan oleh
mereka yang berusia di bawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam
Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974, yaitu minimal 16 tahun untuk
perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.
1.
Pernikahan Dini
menurut Negara
Undang-undang
negara kita telah mengatur batas usia perkawinan. Dalam Undang-undang
Perkawinan bab II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan
jika pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan
sudah mencapai umur 16 (enam belas tahun) tahun.
Kebijakan
pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui
proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak
benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental.
Dari sudut
pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu
maupun anak yang dilahirkan.Menurut para sosiolog, ditinjau dari sisi sosial,
pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh
emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang.
Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak
negatif.Oleh karenanya, pemerintah hanya mentoleri pernikahan diatas umur 19
tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
2.
Pernikahan Dini
menurut Agama Islam
Hukum Islam
secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa,
keturunan, harta, dan akal. Dari kelima nilai universal Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al
nasl).Oleh sebab itu, Syekh Ibrahim dalam bukunya al Bajuri menuturkan bahwa
agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama
harus melalui pernikahan. Seandainya agama tidak mensyari’atkan pernikahan,
niscaya geneologi (jalur keturunan) akan semakin kabur.
Agama dan negara
terjadi perselisihan dalam memaknai pernikahan dini.Pernikahan yang dilakukan
melewati batas minimal Undang-undang Perkawinan, secara hukum kenegaraan tidak
sah.Istilah pernikahan dini menurut negara dibatasi dengan umur.Sementara dalam
kaca mata agama, pernikahan dini ialah pernikahan yang dilakukan oleh orang
yang belum baligh.
Terlepas dari
semua itu, masalah pernikahan dini adalah isu-isu kuno yang sempat tertutup
oleh tumpukan lembaran sejarah.Dan kini, isu tersebut kembali muncul ke
permukaan.
Pendapat yang
digawangi Ibnu Syubromah menyatakan bahwa agama melarang pernikahan dini
(pernikahan sebelum usia baligh). Menurutnya, nilai esensial pernikahan adalah
memenuhi kebutuhan biologis, dan melanggengkan keturunan.Sementara dua hal ini
tidak terdapat pada anak yang belum baligh.Ia lebih menekankan pada tujuan
pokok pernikahan. Ibnu Syubromah mencoba melepaskan diri dari kungkungan
teks.Memahami masalah ini dari aspek historis, sosiologis, dan kultural yang
ada. Sehingga dalam menyikapi pernikahan Nabi Saw dengan Aisyah (yang saat itu
berusia usia 6 tahun), Ibnu Syubromah menganggap sebagai ketentuan khusus bagi
Nabi Saw yang tidak bisa ditiru umatnya.
Sebaliknya,
mayoritas pakar hukum Islam melegalkan pernikahan dini. Disamping itu, sejarah
telah mencatat bahwa Aisyah dinikahi Baginda Nabi dalam usia sangat muda.
Begitu pula pernikahan dini merupakan hal yang lumrah di kalangan sahabat.
Bahkan sebagian
ulama menyatakan pembolehan nikah dibawah umur sudah menjadi konsensus pakar
hukum Islam.Wacana yang diluncurkan Ibnu Syubromah dinilai lemah dari sisi
kualitas dan kuantitas, sehingga gagasan ini tidak dianggap.Konstruksi hukum
yang di bangun Ibnu Syubromah sangat rapuh dan mudah terpatahkan.
Imam Jalaludin
Suyuthi pernah menulis dua hadis yang cukup menarik dalam kamus hadisnya. Hadis
pertama adalah ”Ada tiga perkara yang tidak boleh diakhirkan yaitu shalat
ketika datang waktunya, ketika ada jenazah, dan wanita tak bersuami ketika
(diajak menikah) orang yang setara/kafaah”.
Hadis Nabi kedua
berbunyi, ”Dalam kitab taurat tertulis bahwa orang yang mempunyai anak
perempuan berusia 12 tahun dan tidak segera dinikahkan, maka anak itu berdosa
dan dosa tersebut dibebankan atas orang tuanya”.
Pada hakekatnya,
penikahan dini juga mempunyai sisi positif.Kita tahu, saat ini pacaran yang
dilakukan oleh pasangan muda-mudi acapkali tidak mengindahkan norma-norma
agama.Kebebasan yang sudah melampui batas, dimana akibat kebebasan itu kerap
kita jumpai tindakan-tindakan asusila di masyarakat.Fakta ini menunjukkan
betapa moral bangsa ini sudah sampai pada taraf yang memprihatinkan.Pernikahan
dini merupakan upaya untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif tersebut
agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang kian mengkhawatirkan.
B. Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan
dini
Praktek
pernikahan dini dipengaruhi oleh budaya lokal.Sekalipun ada ketetapan
undang-undang yang melarang pernikahan dini, ternyata ada juga fasilitas
dispensasi.
Misalnya tentang
kasus di daerah Tegaldowo, Rembang Jawa Tengah, mengenai seorang perempuan yang
pertama kali dijodohkan orangtuanya pada usia 11 tahun. Kuatnya tradisi turun
temurun membuatnya tak mampu menolak.Terlebih lagi, dia belum mengerti arti
sebuah pernikahan.Dia adalah satu dari sekian banyak perempuan di wilayah
Tegaldowo, Rembang, yang dinikahkan karena tradisi yang mengikatnya.Kuatnya
tradisi memaksa anak-anak perempuan melakukan pernikahan dini.Maraknya tradisi
pernikahan dini ini terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos
anak perempuan.
Fenomena
pernikahan diusia anak-anak menjadi kultur sebagian masyarakat Indonesia yang
masih memposisikan anak perempuan sebagai warga kelas ke-2. Para orang tua
ingin mempercepat perkawinan dengan berbagai alasan ekonomi, sosial anggapan
tidak penting pendidikan bagi anak perempuan dan anggapan negatif terhadap
status perawan tua.
C. Dampak
pernikahan dini (perkawinan di bawah umur)
Baru saja kita
mendengar berita diberbagai media tentang kyai kaya yang menikahi anak
perempuan yang masih belia berumur 12 tahun.Berita ini menarik perhatian
khalayak karena merupakan peristiwayang tidak lazim.Apapun alasannya,
perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan
anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau
perkawinan di bawah umur. Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan
dibawah umur dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Dampak terhadap hokum
Adanya
pelanggaran terhadap 3 undang-undang di negara kita yaitu :
a.
UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 7 (1)
Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Pasal 6 ayat (2) Untuk melangsungkan
perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua
orang tua.
b.
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal
26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab untuk:
·
Mengasuh,
memelihara, mendidik dan melindungi anak
·
Menumbuh
kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya
·
Mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.
c.
UU No.21 tahun 2007 tentang
PTPPO.Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang
tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat
Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap
memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari
perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Sungguh
disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang
tersebut.Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk
melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua.
2.
Dampak biologis
Anak secara
biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga
belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika
sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma,
perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya
sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang
demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami
atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang
anak.
Pernikahan pada
anak perempuan berusia 9-12 tahun sangat tak lazim dan tidak pada tempatnya.
”Apa alasan ia menikah? Sebaiknya jangan dulu berhubungan seks hingga anak itu
matang fisik maupun psikologis”. Kematangan fisik seorang anak tidak sama
dengan kematangan psikologisnya sehingga meskipun anak tersebut memiliki badan
bongsor dan sudah menstruasi, secara mental ia belum siap untuk berhubungan
seks.
Ia memanbahkan,
kehamilan bisa saja terjadi pada anak usia 12 tahun. Namun psikologisnya belum
siap untuk mengandung dan melahirkan. Jika dilihat dari tinggi badan, wanita
yang memiliki tinggi dibawah 150 cm kemungkinan akan berpengaruh pada bayi yang
dikandungnya. Posisi bayi tidak akanlurus di dalam perut ibunya. Sel telur yang
dimiliki anak juga diperkirakan belum matang dan belum berkualitas sehingga
bisa terjadi kelainan kromosom pada bayi.
3.
Dampak
psikologis
Secara psikis
anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan
menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit
disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada
perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu,
ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajib
9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang
melekat dalam diri anak.
Banyak efek
negatif dari pernikahan dini.Pada saat itu pengantinnya belum siap untuk
menghadapi tanggungjawab yang harus diemban seperti orang dewasa.Padahal kalau
menikah itu kedua belah pihak harus sudah cukup dewasa dan siap untuk
menghadapi permasalahan-permasalan baik ekonomi, pasangan, maupun
anak.Sementara itu mereka yang menikah dini umumnya belum cukup mampu
menyelesaikan permasalan secara matang.
Kalau kematangan
psikologis tidak ditentukan batasan usia, karena ada juga yang sudah berumur
tapi masih seperti anak kecil. Atau ada juga yang masih muda tapi pikirannya
sudah dewasa.Kondisi kematangan psikologis ibu menjadi hal utama karena sangat
berpengaruh terhadap pola asuh anak di kemudian hari, mendidik anak itu perlu
pendewasaan diri untuk dapat memahami anak. Karena kalau masik kenak-kanakan,
maka mana bisa sang ibu mengayomi anaknya. Yang ada hanya akan merasa terbebani
karena satu sisi masih ingin menikmati masa muda dan di sisi lain dia harus
mengurusi keluarganya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini atau perkawinan dibawah
umur lebih bayak mudharat dari pada manfaatnya.Oleh karena itu patut ditentang.
Orang tua harus disadarkan untuk tidak mengizinkan menikahkan/mengawinkan
anaknya dalam usia dini atau harus memahami peraturan perundang-undangan untuk
melindungi anak.
Namun
dilain pihak permasalahan pernikahan dini tidak bisa diukur dari sisi agama
terutama dari sisi agama Islam.Karena menurut Agama Islam jika dengan menikah
muda mampu menyelamatkan diri dari kubangan dosa dan lumpur kemaksiatan maka
menikah adalah alternatif yang terbaik. Namun jika dengan menunda pernikahan
sampai usia matang mengandung nilai positif maka hal ini adalah lebih utama
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Bukhari Irwan Ibnu Abas, SS, M,Hum, Pernikahan Dini,
Chaerunnisa,
Ketahui Resiko Pernikanan Dini, Yuk !, http://www.Okezone.com tanggal 29
Oktober 2008
http://www.wordpress.com/2010/10/15/makalah-pernikahan-dini/
Kementrian
Negara Pemberdayaan Perempuan/Deputi Perlindungan Anak, Dampak Pernikhan Dini
(Perkawinan Muda)
Noni
Arni, Kuatnya Tradisi, Salah Satu Penyebab Pernikahan Dini, Sosial Budaya
tanggal 16 November 2009
UU
No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Yusuf
Fatawie, Santri Lirboyo Kediri, Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan
Negara. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/islam-kontenporer/124 tanggal
21 September 2010
[1]
Yusuf Fatawie, Santri Lirboyo Kediri, Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama
dan Negara. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/islam-kontenporer/124
tanggal 21 September 2010
Yusuf
Fatawie, Santri Lirboyo Kediri, Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan
Negara. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/islam-kontenporer/124 tanggal
21 September 2010
[2]
http://www.wordpress.com/2010/10/15/pernikahan-dini/
[3]
Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan/Deputi Perlindungan Anak, Dampak
Pernikahan Dini (Perkawinan Muda)
No comments:
Post a Comment