MAKALAH BERAKHIRNYA KERAJAAN-KERAJAAN
BERCOCOK TANAM HINDU BUDHA
NAMA KELOMPOK:
REZA
TIANA
M.ELDI
NIDI
OLVI
RHINCE
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 7 BENGKULU SELATAN
2017
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji
dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “MAKALAH BERAKHIRNYAKERAJAAN-KERAJAAN BERCOCOK TANAM HINDU
BUDHA
” dapat tersusun dengan baik dan dapat disajikan dengan
baik.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun
pengkajiannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari berbagai pihak yang sifat-sifatnya membangun sangat penulis
harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Demi kelancarannya mengerjakan tugas ini saya
ucapkan terima kasih kepada Kedua orang tua saya yang telah memberikan motivasi
dan semua teman – teman yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunianya kepada kita semua, dan akhirnya mudah-mudahan makalah ini walaupun
sederhana dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.
Amiin ya robbal ‘alamin.
DAFTAR
ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
BAB II IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
SWT
A.Kemunduran dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
B.Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
C.Kerajaan Singasari
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B. Saran
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat
peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini
menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas
perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut.
Salah satu jalur lalu lintas laut
yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur
posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka
memiliki keuntungan, yaitu: Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti
India, Cina, Arab, dan Persia, Kesempatan melakukan hubungan perdagangan
internasional terbuka lebar, Pergaulan dengan bangsa - bangsa lain semakin
luas, dan Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan
perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran
budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada
Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Setelah kerajaan-kerajaan
Hindu-Budha runtuh, tradisi-tradisi Hindu-Budha juga mengalami kemunduran,
dengan berkembangnya agama Islam di nusatara
B.
Rumusan Masalah
1. Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia
2. Runtuhnya tradisi Hindu-Budha di Indonesia
C.Tujuan
Agar siswa memahami apa penyebab kemunduran
atau keruntuhan tradisi Hindu-Budha di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Kemunduran dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun
Budha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M.
Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu maupun Budha di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha sebagai berikut.
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh
kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin
sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang
melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang
mendesak agama Hindu-Budha.
Walaupun kerajaan-kerajaan Hindu-Budha telah
runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di Nusantara. Berikut ulasan mengenai
faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga kerajaan besar di Nusantara yang bercorak
Hindu-Budha yaitu :
B.Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10
disebabkan oleh faktor-faktor berikut. a. Perubahan keadaan alam di sekitar
Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa
lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari
laut dan perahu sulit merapat.
1. Letak Palembang yang makin jauh
dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai
pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya
Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan
jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada
Palembang. c. Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang
diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga,
Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia
bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat. d. Adanya serangan militer atas
Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah
selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak
berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung
Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 â 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa
ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan
terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan
pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan
oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377). Berita Cina
dari zaman dinasti Tang menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton dan Sumatra
sudah ada orang muslim. Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan dan
pelayaran yang bersifat internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia
Timur, yaitu antara Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang,
dan Kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya
memang memegang peranan penting di bidang ekonomi dan perdagangan untuk daerah
Asia Tenggara. Namun pada abad ke-12, peranan tersebut mulai menunjukkan
kemunduran. Bukti mengenai kemunduran ekonomi dan perdagangan Sriwijaya dapat
diketahui dari berita Chou Ku- Fei tahun 1178.
4 Berita tersebut menyatakan bahwa
harga barang-barang dari Sriwijaya mahal karena rupanya tidak lagi menghasilkan
hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah kemunduran ekonomi dan perdagangan,
Kerajaan Sriwijaya kemudian membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal
dagang yang singgah ke daerah pelabuhannya. Kemunduran Sriwijaya di bidang
perdagangan dan politik dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan Singasari untuk
memperkecil kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan ekspedisi Pamalayu pada tahun
1275. Usaha tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain untuk melepaskan diri
dari kekuasaan Sriwijaya. Sejalan dengan itu para pedagang muslim (mungkin
disertai para mubalignya pula) mempergunakan kesempatan ini untuk memperoleh
keuntungan dari perdagangan dan politik. Mereka mendukung daerah-daerah yang
melepaskan diri tersebut dan memunculkan kekuatan-kekuatan baru berupa
kerajaan-kerajaan bercorak Islam, seperti Samudra Pasai yang terletak di
pesisir timur laut Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Utara dekat Lhokseumawe. 2.
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah
mundur ketika pusat kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada
beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan ini. Pendapat lama
mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan dengan adanya bencana
alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit. Namun,
pendapat ini tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti
sejarah. Pendapat lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat
adanya paksaan terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Budha.
Pendapat baru menyebutkan dua faktor berikut. a. Keadaan alam bumi Mataram yang
tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit berkembang. Sementara,
keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan luar, tidak ada
pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya
5 Sungai Bengawan Solo dan Brantas
yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman ke pantai. Apalagi, alam Jawa
Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya lebih subur dibandingkan dengan
tanah di Jawa Tengah. b. Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai
ancaman Sriwijaya, terutama karena Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti
Syailendra. Sebagai antisipasinya, pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan
Sriwijaya. Ketika Sriwijaya sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad
ke-10, Mpu Sindok dapat mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya
dibantu Raja Wurawari pada tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu
dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa
Tengah pada abad ke-16, kali ini telah beragama Islam. 3. Runtuhnya Kerajaan
Majapahit Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun
1364. Hayam Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada.
Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada memegang
begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah Hayam Wuruk
meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami kemunduran. Beberapa
faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut. a. Tidak ada lagi tokoh
di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah setelah Gajah
Mada dan Hayam Wuruk meninggal. b. Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan
sistem negara serikat pada masa modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan
kepada daerah memudahkan wilayah-wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu
diketahui bahwa di pusat pemerintahan sedang kosong kekuasaan. c. Terjadinya
perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401- 1406)
yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre
6 Wirabhumi diberi kekuasaan di
wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit. Dalam
cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai Minak jingga yang dikalahkan oleh
Raden Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara, terjadi juga usaha
memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana dari Kediri (1478). d. Masuknya
agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru
yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk
Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit. Penting Untuk
Diingat 1. Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5. Raja-raja yang pernah
berkuasa adalah Kudungga, Asmawarman, dan Mulawarman. 2. Kerajaan Tarumanegara
berdiri pada abad ke-5 di Jawa Barat. Sumber sejarah berupa prasasti Ciaruteun,
Jambu, Pasar Awi, Kebon Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang. 3. Kerajaan Sriwijaya
berdiri pada abad ke-7 di Palembang. Raja yang terbesar adalah Balaputradewa
yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kebesarannya, bahkan Sriwijaya
mendapat julukan Kerajaan Nasional Pertama di Indonesia. 4. Kerajaan Mataram
didirikan oleh Raja Sanjaya pada abad ke-8. Ada dua dinasti yang berkuasa saat
itu, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. 5. Kerajaan Mataram pindah
ke Jawa Timur dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang Mataram. Raja-rajanya
adalah Mpu Sindok, Dharmawangsa, dan Airlangga. Kerajaan ini pada tahun 1042
pecah menjadi dua, yaitu Kediri dan Jenggala. 6. Kerajaan Kediri mencapai
kejayaan pada masa Jayabaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di Kediri adalah
Bameswara, Jayabaya, Sarweswara, Kameswara, dan Kertajaya.
C.Kerajaan Singasari
Kerajaan
Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 setelah mengalahkan Kertajaya
(Kediri). Singasari mengalami kejayaan pada masa Kertanegara dan runtuh pada
tahun 1292 setelah dikalahkan oleh Jayakatwang (Kediri). 8. Kerajaan Majapahit
berdiri tahun 1293 oleh Raden Wijaya. Raja-rajanya adalah Raden Wijaya,
Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, dan
Brawijaya. Kejayaan Majapahit terjadi pada masa Hayam Wuruk dan Patih Gajah
Mada. B. Runtuhnya Tradisi Hindu-Budha di Indonesia Setelah kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha runtuh, seperti Kerajaan Majapahit di daerah Jawa Timur dan
Kerajaan Pajajaran di daerah Jawa Barat, bukan berarti tradisi Hindu-Buddha
juga lenyap. Tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan sesuai dengan perkembangan
zaman. Bahkan pada daerah-daerah yang telah mendapat pengaruh Islam, tradisi
Hindu-Buddha tidak begitu saja menghilang. Misalnya pada masyarakat Jawa
terdapat upacara membawa sesaji ke sawah atau upacara persembahan kepada
penguasa Laut Selatan (Nyi Roro Kidul) dan lain sebagainya. Sementara itu,
tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan dalam kehidupan masyarakat Bali.
Setelah Kerajaan Hindu Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang pindah ke
Pulau Balidan melanjutkan tradisi kehidupannya di Bali. Dalam kehidupan
masyarakat Bali sering terdengar istilah Wong Majapahit atau sekelompok
masyarakat yang berasal dari Majapahit. Masyarakat Hindu Bali yang termasuk
keturunan Majapahit menduduki tempat yang mayoritas. Sedangkan masyarakat Bali
asli terdesak ke daerah-daerah pegunungan seperti ke daerah Trunyan, Tenganan
(di daerah Bali bagian Timur), Tigawasa, Sembiran (di daerah Bali Utara). Bali
juga dapat disebut sebagai museum hidup kebudayaan Hindu di Indonesia. Agama
Hindu di Bali disebut dengan agama Hindu Dharma atau Hindu Bali yang merupakan
sinkretisme antara kepercayaan animisme dengan Hindu dan Buddha. Roh nenek
moyang dipuja oleh anak cucunya setelah jenazah dibakar (ngaben). Tempat
pemujaannya dilakukan di Pura. Sementara itu, dewa-dewa dalam agama Hindu telah
dimanifestasikan sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Sang Hyang Widhi.
Dalam penjelmaannya dapat disebut sebagai Dewa Brahma (pencipta), Dewa Wisnu
8 (pemelihara) dan Dewa Shiwa
(pelebur/perusak). Di samping itu juga dipuja dewa- dewa yang telah disesuaikan
dengan fungsi dan kedudukan dari dewa tersebut seperti Dewi Sri (Dewa padi),
Dewa Agni (dewa api), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Bayu (Dewa Angin) dan lain
sebagainya. Apabila kita simak, ternyata perkembangan pengaruh Hindu-Buddha di
wilayah Indonesia tidak meliputi seluruh masyarakat di kepulauan Indonesia.
Bahkan dua kerajaan nasional yang pernah membawa harum nama Indonesia sampai
jauh keluar wilayah Indonesia seperti Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, belum
dapat mengembangkan pengaruhnya ke seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh kerajaan
Sriwijaya terbatas pada daerah-daerah di wilayah Indonesia bagian Barat.
Sedangkan Kerajaan Majapahit yang berhasil mempersatukan seluruh wilayah
Nusantara, ternyata kekuasaannya hanya terbatas pada bidang politik yang
dibuktikan dengan tunduknya mereka ke Majapahit. Tetapi Majapahit tidak
mrngembangkan pengaruh budaya dan agama Hindu pada daerah-daerah yang
dikuasainya. Sehingga ketika kerajaan Majapahit runtuh, mereka terus
mengembangkan pola hidup seperti pada masa sebelum daerah tersebut dikuasai
Kerajaan Majapahit. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan tradisi
Hindu-Buddha tidak merata di kepulauan Indonesia. Daerah- daerah yang tidak
mendapat pengaruh Hindu-Buddha di wilayah Indonesia antara lainSulawesi,
Kepulauan Maluku, Papua (Irian Jaya), dan Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Mundur
dan runtuhnya kerajaan bercorak Hindu Buddha di Indonesia mempengaruhi
perkembangan atau keberlanjutan tradisi setempat. Di Jawa Barat, dengan
berdirinya kesultanan Banten sedikit banyak mempengaruhi kerajaan Pajajaran.
Masyarakat pendukung kerajaan yang menolak pengaruh budaya dan agama baru
menyingkir ke pedalaman. Masyarakat yang bersedia menerima pengaruh baru
perlahan-lahan beralih menjadi muslim. Adapun masyarakat yang menyingkir ke
pedalaman di Banten Selatan, membentuk komunitas masyarakat Baduy. Kepercayaan
yang dikembangnya disebut Pasundan Kawitan (Pasundan yang pertama). Tradisi
yang lama dipertahankan dan menolak pengaruh luar yang baru. Runtuhnya Majapahit
membawa pengaruh serupa. Masyarakat yang menerima agama baru beralih menjadi
muslim dan masuk wilayah kerajaan Islam. Hal ini berlangsung terutama di
sepanjang pesisir utara Jawa. Adapun masyarakat yang menolak, sebagian
menyingkir ke puncak Bromo dan membentuk masyarakat Tengger.
9. Sebagian yang lain menuju ke
Barat dan singgah di gunung Lawu dan mendirikan candi Sukuh dan Cetha. Sebagian
yang lain menyingkir ke timur dan masuk Bali. Mereka membawa serta karya sastra
Hindu Buddha ke Bali. Sehingga tradisi Hindu (dan Buddha) tetap berkembang
pesat di Bali. Beberapa karya sastra tersebut bahkan dikeramatkan dan disimpan
di pura. Perkembangan demikian berlangsung terus hingga sekarang di Bali.
Tradisi Hindu Buddha dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi daerah Bali.
Bali menjadi museum hidup kebudayaan Hindu di Indonesia. Agama Hindu di Bali
disebut agama Hindu Dharma yang merupakan sinkretisme kepercayaan animisme
dengan Hindu dan Budha. Roh nenek moyang dipuja oleh anak cucu setelah jenasah
dibakar (Ngaben). Tempat pemujaan dilakukan di Pura. Dewa dalam agama Hindu
diwujudkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Sang Hyang Widhi. Tradisi
Kasadha berkembang dalam masyarakat Tengger di puncak gunung Bromo dan
berlangsung setiap tahun pada bulan purnama penuh / hari ke 14 bulan Kasada
menurut kalender Tengger. Upacara ini merupakan perpaduan agama, kepercayaan
dan adat istiadat; meliputi persembahan hewan kurban (ternak, hasil bumi) yang
dilepaskan ke mulut kawah. Prosesi upacara dimulai sejak sore hari di lautan
pasir Bromo, dan ditampilkan berbagai kesenian tradisional. Pada pemuka
masyarakat memberi restu kepada orang Tengger yang akan berkorban dengan
sesaji, kembang dan dupa. Suasana berlangsung hingga larut malam. Menjelang
dini hari, dilakukan upacara keagamaan. Ketika fajar para pembawa korban naik
puncak gunung dan melemparkan korban ke kawah. Di jurang yang terjal, penduduk
telah bersiap untuk memperebutkan korban. Perkembangan tradisi Hindu Buddha di
beberapa daerah di luar Jawa sangat berlainan. Di Sumatra, setelah runtuhnya
Sriwijaya, tidak ada kerajaan lokal yang melanjutkan dam mengembangkan
kebudayaan Hindu Buddha. Bahkan sejak awal abad VII Masehi, daerah Sumatra
mulai masuk agama dan budaya Islam (lihat dalam materi berikutnya). Tradisi
Hindu Buddha seolah terhenti dan digantikan oleh agama dan budaya Islam. Di
Kalimantan, perkembangannya tidak begitu jelas. Di Sulawesi, Maluku dan
Indonesia Timur telah ada beberapa kerajaan yang bercorak asli, dimana tidak
dijumpai pengaruh Hindu Buddha di wilayah tersebut. Adapun keberlanjutan
tradisi Hindu Buddha di Jawa, sejalan dengan masuk dan berkembangnya Islam
mengalami proses akulturasi (lokal â
Hindu Buddha â Islam).
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun
Budha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M.
Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak
Hindu maupun Budha di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Secara umum,
faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha
sebagai berikut.
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan
kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin
sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan
pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang
melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan
negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama
Hindu-Budha. Runtuhnya Majapahit membawa pengaruh serupa. Masyarakat yang
menerima agama baru beralih menjadi muslim dan masuk wilayah kerajaan Islam.
Hal ini berlangsung terutama di sepanjang pesisir utara Jawa.
B. Saran
Kebudayaan yang berkembang di
Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga
mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan
sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal
dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat
itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di
pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal
kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga
kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.
DAFTAR
PUSTAKA
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban
Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta : Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan
Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah
Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah
Mada university Press,
1998
Armia, “Makalah Kerajaan
Hindu-Budha di Indonesia”, http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan- hindu-budha-di.html,
18-09-2013.
No comments:
Post a Comment