Sunday, September 17, 2017

MAKALAH BERAKHIRNYA KERAJAAN-KERAJAAN BERCOCOK TANAM HINDU BUDHA



MAKALAH BERAKHIRNYA KERAJAAN-KERAJAAN
BERCOCOK TANAM HINDU BUDHA


 









NAMA KELOMPOK:
REZA
TIANA
M.ELDI
NIDI
OLVI
RHINCE


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 7 BENGKULU SELATAN
2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “MAKALAH BERAKHIRNYAKERAJAAN-KERAJAAN BERCOCOK TANAM HINDU BUDHA
” dapat tersusun dengan baik dan dapat disajikan dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifat-sifatnya membangun sangat penulis harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Demi kelancarannya mengerjakan tugas ini saya ucapkan terima kasih kepada Kedua orang tua saya yang telah memberikan motivasi dan semua teman – teman yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua, dan akhirnya mudah-mudahan makalah ini walaupun sederhana dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Amiin ya robbal ‘alamin.








DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan

BAB II IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH SWT
A.Kemunduran dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
B.Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
C.Kerajaan Singasari


BAB III PENUTUP
A.       Kesimpulan
B.     Saran

Daftar pustaka



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada permulaan tarikh masehi, di Benua Asia terdapat dua negeri besar yang tingkat peradabannya dianggap sudah tinggi, yaitu India dan Cina. Kedua negeri ini menjalin hubungan ekonomi dan perdagangan yang baik. Arus lalu lintas perdagangan dan pelayaran berlangsung melalui jalan darat dan laut.
Salah satu jalur lalu lintas laut yang dilewati India-Cina adalah Selat Malaka. Indonesia yang terletak di jalur posisi silang dua benua dan dua samudera, serta berada di dekat Selat Malaka memiliki keuntungan, yaitu: Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia, Kesempatan melakukan hubungan perdagangan internasional terbuka lebar, Pergaulan dengan bangsa - bangsa lain semakin luas, dan Pengaruh asing masuk ke Indonesia, seperti Hindu-Budha.
 Keterlibatan bangsa Indonesia dalam kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya Hindu. Setelah kerajaan-kerajaan Hindu-Budha runtuh, tradisi-tradisi Hindu-Budha juga mengalami kemunduran, dengan berkembangnya agama Islam di nusatara

 B. Rumusan Masalah
 1. Kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
 2. Runtuhnya tradisi Hindu-Budha di Indonesia

C.Tujuan
 Agar siswa memahami apa penyebab kemunduran atau keruntuhan tradisi Hindu-Budha di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN


A.Kemunduran dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
 Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Budha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Budha di Indonesia mulai mengalami kemunduran.
 Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha sebagai berikut.
 1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
 4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Budha.
 Walaupun kerajaan-kerajaan Hindu-Budha telah runtuh, tetapi tradisinya masih hidup di Nusantara. Berikut ulasan mengenai faktor-faktor penyebab runtuhnya tiga kerajaan besar di Nusantara yang bercorak Hindu-Budha yaitu :
B.Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya
 Kerajaan Sriwijaya mundur sejak abad ke-10 disebabkan oleh faktor-faktor berikut. a. Perubahan keadaan alam di sekitar Palembang. Sungai Musi, Ogan Komering, dan sejumlah anak sungai lainnya membawa lumpur yang diendapkan di sekitar Palembang sehingga posisinya menjauh dari laut dan perahu sulit merapat.
1. Letak Palembang yang makin jauh dari laut menyebabkan daerah itu kurang strategis lagi kedudukannya sebagai pusat perdagangan nasional maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi lebih strategis daripada Palembang. c. Dalam bidang politik, Sriwijaya hanya memiliki angkatan laut yang diandalkan. Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya di bagian barat. d. Adanya serangan militer atas Sriwijaya. Serangan pertama dilakukan oleh Teguh Dharmawangsa terhadap wilayah selatan Sriwijaya (992) hingga menyebabkan utusan yang dikirim ke Cina tidak berani kembali. Serangan kedua dilakukan oleh Colamandala atas Semenanjung Malaya pada tahun 1017 kemudian atas pusat Sriwijaya pada tahun 1023 – 1030. Dalam serangan ini, Raja Sriwijaya ditawan dan dibawa ke India. Ketika Kertanegara bertakhta di Singasari juga ada usaha penyerangan terhadap Sriwijaya, namun baru sebatas usaha mengurung Sriwijaya dengan pendudukan atas wilayah Melayu. Akhir dari Kerajaan Sriwijaya adalah pendudukan oleh Majapahit dalam usaha menciptakan kesatuan Nusantara (1377). Berita Cina dari zaman dinasti Tang menyebutkan bahwa pada abad ke-7, di Kanton dan Sumatra sudah ada orang muslim. Hal ini berkaitan dengan perkembangan perdagangan dan pelayaran yang bersifat internasional antara negara-negara Asia Barat dan Asia Timur, yaitu antara Kerajaan Islam Bani Umayyah, kerajaan Cina dinasti Tang, dan Kerajaan Sriwijaya. Pada abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, Kerajaan Sriwijaya memang memegang peranan penting di bidang ekonomi dan perdagangan untuk daerah Asia Tenggara. Namun pada abad ke-12, peranan tersebut mulai menunjukkan kemunduran. Bukti mengenai kemunduran ekonomi dan perdagangan Sriwijaya dapat diketahui dari berita Chou Ku- Fei tahun 1178.
4 Berita tersebut menyatakan bahwa harga barang-barang dari Sriwijaya mahal karena rupanya tidak lagi menghasilkan hasil-hasil alamnya. Untuk mencegah kemunduran ekonomi dan perdagangan, Kerajaan Sriwijaya kemudian membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal dagang yang singgah ke daerah pelabuhannya. Kemunduran Sriwijaya di bidang perdagangan dan politik dipercepat oleh usaha-usaha Kerajaan Singasari untuk memperkecil kekuasaan Sriwijaya dengan mengadakan ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Usaha tersebut dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain untuk melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Sejalan dengan itu para pedagang muslim (mungkin disertai para mubalignya pula) mempergunakan kesempatan ini untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan dan politik. Mereka mendukung daerah-daerah yang melepaskan diri tersebut dan memunculkan kekuatan-kekuatan baru berupa kerajaan-kerajaan bercorak Islam, seperti Samudra Pasai yang terletak di pesisir timur laut Aceh, termasuk Kabupaten Aceh Utara dekat Lhokseumawe. 2. Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno Peranan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah mundur ketika pusat kekuasaannya pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Ada beberapa pendapat mengenai pemindahan pusat kerajaan ini. Pendapat lama mengatakan bahwa pemindahan pusat kerajaan ini sehubungan dengan adanya bencana alam berupa banjir atau gunung meletus atau adanya wabah penyakit. Namun, pendapat ini tidak dapat dibuktikan sebab tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. Pendapat lain menyebutkan bahwa rakyat menyingkir ke Jawa Timur akibat adanya paksaan terhadap para penganut Hindu untuk membangun candi Budha. Pendapat baru menyebutkan dua faktor berikut. a. Keadaan alam bumi Mataram yang tertutup secara alamiah berakibat negara ini sulit berkembang. Sementara, keadaan alam Jawa Timur lebih terbuka untuk perdagangan luar, tidak ada pegunungan atau gunung yang merintangi, bahkan didukung adanya
5 Sungai Bengawan Solo dan Brantas yang memperlancar lalu lintas dari pedalaman ke pantai. Apalagi, alam Jawa Timur belum banyak diusahakan sehingga tanahnya lebih subur dibandingkan dengan tanah di Jawa Tengah. b. Dari segi politik, ada kebutuhan untuk mewaspadai ancaman Sriwijaya, terutama karena Sriwijaya pada saat itu dikuasai dinasti Syailendra. Sebagai antisipasinya, pusat kerajaan perlu dijauhkan dari tekanan Sriwijaya. Ketika Sriwijaya sungguh-sungguh menyerang pada pertengahan abad ke-10, Mpu Sindok dapat mematahkannya. Tetapi, serangan Sriwijaya berikutnya dibantu Raja Wurawari pada tahun 1017 menghancurkan Mataram yang saat itu dipimpin Dharmawangsa. Kerajaan Mataram yang kedua berdiri kembali di Jawa Tengah pada abad ke-16, kali ini telah beragama Islam. 3. Runtuhnya Kerajaan Majapahit Kemunduran Majapahit berawal sejak wafatnya Gajah Mada pada tahun 1364. Hayam Wuruk tidak dapat memperoleh ganti yang secakap Gajah Mada. Jabatan-jabatan yang dipegang Gajah Mada (semasa hidupnya, Gajah Mada memegang begitu banyak jabatan) diberikan kepada tiga orang. Setelah Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389, Majapahit benar-benar mengalami kemunduran. Beberapa faktor penyebab kemunduran Majapahit sebagai berikut. a. Tidak ada lagi tokoh di pusat pemerintahan yang dapat mempertahankan kesatuan wilayah setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk meninggal. b. Struktur pemerintahan Majapahit yang mirip dengan sistem negara serikat pada masa modern dan banyaknya kebebasan yang diberikan kepada daerah memudahkan wilayah-wilayah jajahan untuk melepaskan diri begitu diketahui bahwa di pusat pemerintahan sedang kosong kekuasaan. c. Terjadinya perang saudara, di antaranya yang terkenal adalah Perang Paregreg (1401- 1406) yang dilakukan oleh Bhre Wirabhumi melawan pusat Kerajaan Majapahit. Bhre
6 Wirabhumi diberi kekuasaan di wilayah Blambangan. Namun, ia berambisi untuk menjadi raja Majapahit. Dalam cerita rakyat, Bhre Wirabhumi dikenal sebagai Minak jingga yang dikalahkan oleh Raden Gajah atau Damarwulan. Selain perang saudara, terjadi juga usaha memisahkan diri yang dilakukan Girindrawardhana dari Kediri (1478). d. Masuknya agama Islam sejak zaman Kerajaan Kediri di Jawa Timur menimbulkan kekuatan baru yang menentang kekuasaan Majapahit. Banyak bupati di wilayah pantai yang masuk Islam karena kepentingan dagang dan berbalik melawan Majapahit. Penting Untuk Diingat 1. Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-5. Raja-raja yang pernah berkuasa adalah Kudungga, Asmawarman, dan Mulawarman. 2. Kerajaan Tarumanegara berdiri pada abad ke-5 di Jawa Barat. Sumber sejarah berupa prasasti Ciaruteun, Jambu, Pasar Awi, Kebon Kopi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidangiang. 3. Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 di Palembang. Raja yang terbesar adalah Balaputradewa yang berhasil membawa Sriwijaya mencapai kebesarannya, bahkan Sriwijaya mendapat julukan Kerajaan Nasional Pertama di Indonesia. 4. Kerajaan Mataram didirikan oleh Raja Sanjaya pada abad ke-8. Ada dua dinasti yang berkuasa saat itu, yaitu dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra. 5. Kerajaan Mataram pindah ke Jawa Timur dan berganti nama menjadi Kerajaan Medang Mataram. Raja-rajanya adalah Mpu Sindok, Dharmawangsa, dan Airlangga. Kerajaan ini pada tahun 1042 pecah menjadi dua, yaitu Kediri dan Jenggala. 6. Kerajaan Kediri mencapai kejayaan pada masa Jayabaya. Raja-raja yang pernah berkuasa di Kediri adalah Bameswara, Jayabaya, Sarweswara, Kameswara, dan Kertajaya.
C.Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 setelah mengalahkan Kertajaya (Kediri). Singasari mengalami kejayaan pada masa Kertanegara dan runtuh pada tahun 1292 setelah dikalahkan oleh Jayakatwang (Kediri). 8. Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 oleh Raden Wijaya. Raja-rajanya adalah Raden Wijaya, Jayanegara, Tribhuwanatunggadewi, Hayam Wuruk, Wikramawardhana, Suhita, dan Brawijaya. Kejayaan Majapahit terjadi pada masa Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. B. Runtuhnya Tradisi Hindu-Budha di Indonesia Setelah kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha runtuh, seperti Kerajaan Majapahit di daerah Jawa Timur dan Kerajaan Pajajaran di daerah Jawa Barat, bukan berarti tradisi Hindu-Buddha juga lenyap. Tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan pada daerah-daerah yang telah mendapat pengaruh Islam, tradisi Hindu-Buddha tidak begitu saja menghilang. Misalnya pada masyarakat Jawa terdapat upacara membawa sesaji ke sawah atau upacara persembahan kepada penguasa Laut Selatan (Nyi Roro Kidul) dan lain sebagainya. Sementara itu, tradisi Hindu-Buddha masih terus bertahan dalam kehidupan masyarakat Bali. Setelah Kerajaan Hindu Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang pindah ke Pulau Balidan melanjutkan tradisi kehidupannya di Bali. Dalam kehidupan masyarakat Bali sering terdengar istilah Wong Majapahit atau sekelompok masyarakat yang berasal dari Majapahit. Masyarakat Hindu Bali yang termasuk keturunan Majapahit menduduki tempat yang mayoritas. Sedangkan masyarakat Bali asli terdesak ke daerah-daerah pegunungan seperti ke daerah Trunyan, Tenganan (di daerah Bali bagian Timur), Tigawasa, Sembiran (di daerah Bali Utara). Bali juga dapat disebut sebagai museum hidup kebudayaan Hindu di Indonesia. Agama Hindu di Bali disebut dengan agama Hindu Dharma atau Hindu Bali yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan animisme dengan Hindu dan Buddha. Roh nenek moyang dipuja oleh anak cucunya setelah jenazah dibakar (ngaben). Tempat pemujaannya dilakukan di Pura. Sementara itu, dewa-dewa dalam agama Hindu telah dimanifestasikan sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Sang Hyang Widhi. Dalam penjelmaannya dapat disebut sebagai Dewa Brahma (pencipta), Dewa Wisnu
8 (pemelihara) dan Dewa Shiwa (pelebur/perusak). Di samping itu juga dipuja dewa- dewa yang telah disesuaikan dengan fungsi dan kedudukan dari dewa tersebut seperti Dewi Sri (Dewa padi), Dewa Agni (dewa api), Dewa Baruna (Dewa Laut), Dewa Bayu (Dewa Angin) dan lain sebagainya. Apabila kita simak, ternyata perkembangan pengaruh Hindu-Buddha di wilayah Indonesia tidak meliputi seluruh masyarakat di kepulauan Indonesia. Bahkan dua kerajaan nasional yang pernah membawa harum nama Indonesia sampai jauh keluar wilayah Indonesia seperti Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, belum dapat mengembangkan pengaruhnya ke seluruh wilayah Indonesia. Pengaruh kerajaan Sriwijaya terbatas pada daerah-daerah di wilayah Indonesia bagian Barat. Sedangkan Kerajaan Majapahit yang berhasil mempersatukan seluruh wilayah Nusantara, ternyata kekuasaannya hanya terbatas pada bidang politik yang dibuktikan dengan tunduknya mereka ke Majapahit. Tetapi Majapahit tidak mrngembangkan pengaruh budaya dan agama Hindu pada daerah-daerah yang dikuasainya. Sehingga ketika kerajaan Majapahit runtuh, mereka terus mengembangkan pola hidup seperti pada masa sebelum daerah tersebut dikuasai Kerajaan Majapahit. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan tradisi Hindu-Buddha tidak merata di kepulauan Indonesia. Daerah- daerah yang tidak mendapat pengaruh Hindu-Buddha di wilayah Indonesia antara lainSulawesi, Kepulauan Maluku, Papua (Irian Jaya), dan Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Mundur dan runtuhnya kerajaan bercorak Hindu Buddha di Indonesia mempengaruhi perkembangan atau keberlanjutan tradisi setempat. Di Jawa Barat, dengan berdirinya kesultanan Banten sedikit banyak mempengaruhi kerajaan Pajajaran. Masyarakat pendukung kerajaan yang menolak pengaruh budaya dan agama baru menyingkir ke pedalaman. Masyarakat yang bersedia menerima pengaruh baru perlahan-lahan beralih menjadi muslim. Adapun masyarakat yang menyingkir ke pedalaman di Banten Selatan, membentuk komunitas masyarakat Baduy. Kepercayaan yang dikembangnya disebut Pasundan Kawitan (Pasundan yang pertama). Tradisi yang lama dipertahankan dan menolak pengaruh luar yang baru. Runtuhnya Majapahit membawa pengaruh serupa. Masyarakat yang menerima agama baru beralih menjadi muslim dan masuk wilayah kerajaan Islam. Hal ini berlangsung terutama di sepanjang pesisir utara Jawa. Adapun masyarakat yang menolak, sebagian menyingkir ke puncak Bromo dan membentuk masyarakat Tengger.
9. Sebagian yang lain menuju ke Barat dan singgah di gunung Lawu dan mendirikan candi Sukuh dan Cetha. Sebagian yang lain menyingkir ke timur dan masuk Bali. Mereka membawa serta karya sastra Hindu Buddha ke Bali. Sehingga tradisi Hindu (dan Buddha) tetap berkembang pesat di Bali. Beberapa karya sastra tersebut bahkan dikeramatkan dan disimpan di pura. Perkembangan demikian berlangsung terus hingga sekarang di Bali. Tradisi Hindu Buddha dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi daerah Bali. Bali menjadi museum hidup kebudayaan Hindu di Indonesia. Agama Hindu di Bali disebut agama Hindu Dharma yang merupakan sinkretisme kepercayaan animisme dengan Hindu dan Budha. Roh nenek moyang dipuja oleh anak cucu setelah jenasah dibakar (Ngaben). Tempat pemujaan dilakukan di Pura. Dewa dalam agama Hindu diwujudkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa dengan sebutan Sang Hyang Widhi. Tradisi Kasadha berkembang dalam masyarakat Tengger di puncak gunung Bromo dan berlangsung setiap tahun pada bulan purnama penuh / hari ke 14 bulan Kasada menurut kalender Tengger. Upacara ini merupakan perpaduan agama, kepercayaan dan adat istiadat; meliputi persembahan hewan kurban (ternak, hasil bumi) yang dilepaskan ke mulut kawah. Prosesi upacara dimulai sejak sore hari di lautan pasir Bromo, dan ditampilkan berbagai kesenian tradisional. Pada pemuka masyarakat memberi restu kepada orang Tengger yang akan berkorban dengan sesaji, kembang dan dupa. Suasana berlangsung hingga larut malam. Menjelang dini hari, dilakukan upacara keagamaan. Ketika fajar para pembawa korban naik puncak gunung dan melemparkan korban ke kawah. Di jurang yang terjal, penduduk telah bersiap untuk memperebutkan korban. Perkembangan tradisi Hindu Buddha di beberapa daerah di luar Jawa sangat berlainan. Di Sumatra, setelah runtuhnya Sriwijaya, tidak ada kerajaan lokal yang melanjutkan dam mengembangkan kebudayaan Hindu Buddha. Bahkan sejak awal abad VII Masehi, daerah Sumatra mulai masuk agama dan budaya Islam (lihat dalam materi berikutnya). Tradisi Hindu Buddha seolah terhenti dan digantikan oleh agama dan budaya Islam. Di Kalimantan, perkembangannya tidak begitu jelas. Di Sulawesi, Maluku dan Indonesia Timur telah ada beberapa kerajaan yang bercorak asli, dimana tidak dijumpai pengaruh Hindu Buddha di wilayah tersebut. Adapun keberlanjutan tradisi Hindu Buddha di Jawa, sejalan dengan masuk dan berkembangnya Islam mengalami proses akulturasi (lokal – Hindu Buddha – Islam).







BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
 Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Budha di Indonesia mengalami masa kejayaan antara abad ke-7 sampai 12 M. Setelah memasuki abad ke-10 sampai abad ke-12, kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu maupun Budha di Indonesia mulai mengalami kemunduran. Secara umum, faktor-faktor penyebab runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha sebagai berikut.
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan kecil oleh kerajaan-kerajaan besar.
2. Tidak ada pengaderan pemimpin sehingga tidak ada pemimpin pengganti yang setara         dengan pendahulunya.
3. Munculnya perang saudara yang melemahkan kerajaan.
4. Kemunduran ekonomi perdagangan negara.
 5. Tersiarnya agama Islam yang mendesak agama Hindu-Budha. Runtuhnya Majapahit membawa pengaruh serupa. Masyarakat yang menerima agama baru beralih menjadi muslim dan masuk wilayah kerajaan Islam. Hal ini berlangsung terutama di sepanjang pesisir utara Jawa.
B.     Saran
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari India. Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum kenal dengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton. Tata kota di pusat kerajaan juga dipengaruhi kebudayaan hindu. Demikian pula dalam hal kebudayaan yang lain seperti peribadatan dan kesastraan.Kita harus menjaga kelestarian dan budaya-budaya yang ditinggalkan agama Hindu-Budha.







DAFTAR PUSTAKA





Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta :   Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen         Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah Mada         university Press, 1998
Armia, “Makalah Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia”,     http://armia11ips104.blogspot.com/2012/10/makalah-kerajaan-          hindu-budha-di.html, 18-09-2013.










No comments:

Post a Comment